Dear, Mans…

Dear, mans…

Maaf, bukannya aku tak lagi membela kalian. Aku hanya bimbang dengan sosok kalian. Tak sengaja, indra dengarku menangkap banyak curahan hati dari para wanita tentang kalian. Benarkah kalian semua seperti itu?

Aku kini amat takut, jika aku harus mengalami hal serupa dengan mereka. Bukannya aku berimage negatif tentang kalian. Andai kalian tahu, seringkali aku malah membela kalian ketika para wanita hendak memaki kalian.
Namun bukan berarti aku mudah membiarkan hatiku menyukai satu di antara kalian.

Malam kemarin, aku dicurhati oleh seorang istri. Kalian tahu apa itu? Dengan tersedu, ia mengisahkan sosok suaminya yang tidak bisa berpikir secara dewasa. Egois, tidak mau dinasehati. Gampang sakit hati. Sukanya tidur. Paling hobi mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat. Pengangguran. Dan bahkan nyaris tidak punya motivasi untuk berjuang menafkahi anak istrinya. Bukan hanya itu, ia pun paling tidak cekatan ketika dituntut untuk mengerjakan sesuatu. Lebih memalukan lagi, justru istrinya yang menafkahi kebutuhan suaminya. Bahkan, ketika istri mendapat gaji yang berlebih, suaminya malah berfoya membeli barang wah, yang sebetulnya kurang memberi manfaat.

Kasus yang seperti itu memang tidak mendera kalian semua, namun untuk beberapa kategori, hampir saja itu dimiliki oleh kalian. Maaf, bukannya aku berimage negatif tentang kalian. Aku hanya mengungkap apa yang kuamati selama ini.

Bukankah kalian tahu? kalian yang berkewajiban menafkahi istri? Lihatlah kasus di luar sana. Justru sekarang peran kalian telah digantikan oleh kaum istri. Ada apa dengan kalian? Aku banyak mendapati kalian, yang kurang bisa berpikir lebih cekatan ketika kewajiban tengah menanti di depan kalian.

Maaf, bukannya aku merendahkan kalian. Tidak, sama sekali tidak benar, jika aku hendak merendahkan kalian. Aku hanya mengeluarkan apa yang telah menjadi beban dalam pikiranku.

Seringkali aku mendapati kalian yang lemah motivasi untuk berjuang. Aku banyak mendapati sebagian dari kalian yang hilang semangatnya ketika kegagalan tengah mendera kalian. Aku bahkan hampir menghela napas panjang ketika tahu, sebagian dari kalian hanya puas pada satu hal saja tanpa memperhatikan hal yang lainnya. Itukah kalian?

Apa aku tengah salah menilai kalian? Banyak waktu aku mendapati kasus, justru peran para wanita kini lebih banyak ketimbang peran para pria. Apa kalian telah hilang minat untuk mengambil peran itu kembali?

Maaf, bukannya aku tak ingin memilih satu diantara kalian. Aku hanya risau jika apa yang kukhawatirkan itu ada di diri kalian.

Maaf, aku terpaksa mengungkap ini. Aku hanya ingin mengubah sifat yang telah menjerat sebagian dari kalian. Aku tidak ingin wanita mengambil alih peran kalian selama ini. Seperti halnya ketika aku membela kalian di hadapan para wanita, detik inipun aku masih memberi keyakinan pada kalian, kalian akan bisa merubah apa yang telah kuungkap itu. Tunjukkan apa yang telah kuungkap itu sama sekali tidak benar.

Aku mewakili dari jeritan para wanita di luar sana

Pikirkan Matang-Matang Sebelum Memberi Kritikan

Orang banyak mengartikan, kritikan sebagai senjata untuk merengkuh kemajuan. Dengan kritikan, seseorang yang diberi kritikan akan mengoreksi diri, lalu diharapkan Ia mampu memperbaiki diri di kemudian hari.

Sekarang yang menjadi persoalannya, apakah setiap orang mampu memberikan efek positif dari kritikan itu? Atau justru malah sebaliknya? Mereka akan merespon kritikan pada efek yang negatif. Tersinggung misalnya. Atau bahkan, Ia malah kehilangan nyali untuk berkarya.

Ini yang perlu dipikirkan bagi kita sebelum mengkritik orang lain. Hal yang perlu kita lakukan adalah ;

Pelajari sosok orang yang hendak kita berikan kritikan itu.

Apakah Ia sosok yang mudah untuk menerima kritikan? Jika Ia memang sosok orang yang mudah menerima kritikan, pahami efek selanjutnya ketika Ia menerima kritikan itu. Orang yang bertipe kurang percaya diri, kritikan justru malah mematikan nyalinya. Lantas bagaimana solusinya? Lihat lebih lanjut pada poin-poin di bawahnya.

Terangkan lebih detail kritikan itu.

Akan sangat menyakitkan ketika kita memberikan kritikan dengan kalimat singkat. Misal : Karyamu jelek. Singkat dan sangat menusuk. Sebetulnya kalimat itu tidak akan terlalu menyinggung hati jika kata “Jelek” diterangkan lebih detail. Pada poin-poin apa karya itu bernilai jelek. Jelaskan lebih rinci.
Tentu sebuah karya yang telah dihasilkan tidak mungkin bernilai jelek semuanya bukan? Pasti ada sisi baiknya jika kita mau menimbang matang-matang.

Berikan solusinya.

Kritikan tidak mungkin bernilai membangun jika kita tidak memberikan solusinya. Kita bisa mengatakan pada bagian ini jelek, itu jelek, tetapi kita tidak bisa memberikan solusinya. Itu sama saja menjatuhkan orang, lalu kita pergi meninggalkan Ia yang sedang terluka karena kritikan itu. Jika tidak ada solusi, bagaimana Ia bisa memperbaiki diri?

Sisipkan kata-kata motivasi yang membangkitkan semangatnya

Sebanyak-banyaknya kekurangan yang Ia punya, pasti Ia punya kelebihan di baliknya. Berikan motivasi untuknya. Contoh kata-kata motivasi itu adalah :
“Saya percaya kamu bisa melakukannya.”
“Saya yakin kamu bisa lebih baik lagi.” atau kalimat senada lainnya.
Kalimat ini memang bernilai sederhana namun akan berharta mewah baginya. Setidaknya, kata-kata motivasi ini akan membangkitkan semangatnya untuk maju.

Ingat. Jangan sekali-kali kita memberikan kritikan pada seseorang yang mana kita sendiri tidak tahu tentang bidang yang hendak kita kritikan itu.
Ini satu tindakan yang menurut saya sangat fatal dan tidak berdasar. Misal ketika kita adalah orang yang awam tentang karya sastra. Ketika kita membaca karya sastra milik orang lain. Kita buru-buru memberikan kritikan, “Jelek!!!”

Ffuih…. Jika kritikan itu ditujukan kepada saya, maka saya justru malah mengetawakan orang awam yang memberikan kritikan itu. Coba saja jika Ia disuruh untuk menghasilkan satu karya sastra. Belum tentu karyanya akan jauh lebih baik dari orang yang dikritik itu. Atau bahkan lebih parah malah.

Maka dari itu, perlulah kita pikirkan matang-matang sebelum memberi kritikan. Kritikan adalah sebuah tanggung jawab. Jika kita berani memberikan kritikan itu, maka kita harus berani memberikan bimbingan untuknya. Jangan terlalu egois untuk menebar kritikan pedas. Coba pikirkan jika itu dilayangkan kepada kita sendiri. Mungkinkah hati kita tidak terluka karenanya?

Dikutip dari naeklembah’blog

Bagaimana Menjadi Penulis Yang Kaya Raya

Dulu penulis tak begitu dihargai. Sekarang? SAMA SAJA. Nasib penulis sangat memperihatinkan.

Honor atau Royalti telat bahkan tak dibayar adalah sebagian dari penderitaan penulis. Penerbit dan penulis seolah dua sosok yang besebrangan. Di satu sisi penerbit itu sangat berkecukupan, namun disisi lain, para penulis seperti gembel.

“Akhirnya saya sadar,” kata Abu Al-Ghifari, ”potensi buku sebenarnya sangat besar. Seorang penulis bisa kaya raya alias sejahtera asal mereka merubah taktik. Caranya, jadi pengusaha buku atau owner penerbitan. Hasilnya sangat fantastis. Karena itu saya akan bagikan rahasia ini kepada Anda. Saya ajarkan cara kaya dari buku dari A sampai Z. Modal kecil bahkan tanpa modal, Anda menjelma menjadi pribadi sukses.”

Hasil yang didapat bisa mencapai milyaran rupiah bahkan dalam tahun ketiga menyentuh hampir 5M. Namun tidak mudah memang mendapatkan semua itu. Namun Anda lebih beruntung, Anda tidak perlu dan mudah-mudahan tidak usah mengalami seperti yang dialami Pak Toha, penulis ebook ini, yang sampai jatuh bangun menjadi penulis dan mendirikan usaha penerbitan dengan modal dengkul. Anda tinggal menyerap intisari dari yang dia alami.

PETA HARTA KARUN

e-book Peta Harta Karun merupakan sebuah buku elektronik (e-book) yang berisi pengalaman sejati Toha Nasrudin S.Ag (nama pena: Abu Al-Ghifari) dalam menjalani profesinya sebagai penulis dan pengusaha bisnis penerbitan yang dikelola secara mandiri dengan modal minimal. Penerbitan jenis ini disebut self publishing.

“Saya adalah praktisi buku yang tidak mau membebani diri dengan teori yang terlalu rumit,” demikian kata beliau. Artinya bisnis ini bisa dilakukakan oleh siapa saja terutama para penulis buku, penerjamah, dan peminat dunia penerbitan karena tidaklah rumit.

Omzet yang dihasilkan self publishing ini memang sangat menakjubkan, mencapai 5M dalam 3 tahun bisnisnya. Sebuah pencapaian yang sangat luar biasa.

Apa dan bagaimana beliau menjalankannya? Buku ini akan membahas dari proses awal hingga sukses. sangat detail dan benar-benar lain dari yang lain. Siapapun Anda, harus memiliki buku ini. Beliau susah payah membuatnya khusus untuk Anda.

Lantas apa yang mungkin didapatkan dari e-book ini?

Anda akan mendapatkan semua penjelasan berdasarkan pengalaman teknik-teknik menjadi penulis laris manis dan teknik mendirikan penerbitan sendiri atau self publishing. E-book ini mendorong Anda menjadi seorang yang bukan sekedar penulis, melainkan ikut langsung berkiprah mendirikan sebuah penerbitan sendiri yang disebut swakelola atau self publishing sehingga penulis dapat memaksimalkan karyanya dan memperolah hasil yang layak.Tak dapat dipungkiri, mereka yang sukses di dunia penerbitan dengan memiliki penerbitan yang besar, awalnya adalah seorang self publishing.

Jika Anda mengikuti petunjuk seperti yang ada di buku ini, bukan tak mungkin satu, dua, atau lima tahun ke depan penerbit Anda akan berubah menjadi penerbit raksasa lengkap dengan mesin cetaknya. Amin.

Dikutip dari internetbisnis.us

Dasar-Dasar Jurnalistik

Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Penguasaan dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat penting manakala kita terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi yang aktual kepada masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap pemberitaannya.

Apa Itu Jurnalistik?

Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).

Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.

a. Skeptis

Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.

b. Bertindak (action)

Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.

c. Berubah

Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.

d. Seni dan Profesi

Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.

e. Peran Pers

Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.

Berita

Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata “berita” atau “news”. Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. “News” sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata “new” yang artinya adalah “baru”. Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata “news” sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan “north”, “east”, “west”, dan “south”. Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.

Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi “straight news” yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara “straight news” tentang hal-hal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan “feature” atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah “feature” tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.

Nilai Berita

Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.

  1. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.
  2. Aktual: terbaru, belum “basi”.
  3. Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.
  4. Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal.
  5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).

Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya “Teknik Menulis Berita dan Feature”, malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:

  1. sesuatu yang unik,
  2. sesuatu yang luar biasa,
  3. sesuatu yang langka,
  4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,
  5. menyangkut keinginan publik,
  6. yang tersembunyi,
  7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki,
  8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,
  9. pemikiran dari tokoh penting,
  10. komentar/ucapan dari tokoh penting,
  11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
  12. hal lain yang luar biasa.

Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.

Anatomi Berita dan Unsur-Unsur

Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Judul atau kepala berita (headline).
  2. Baris tanggal (dateline).
  3. Teras berita (lead atau intro).
  4. Tubuh berita (body).

Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini.

Untuk itu, sebuah berita harus memuat “fakta” yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).

  1. Who – siapa yang terlibat di dalamnya?
  2. What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
  3. Where – di mana terjadinya peristiwa itu?
  4. Why – mengapa peristiwa itu terjadi?
  5. When – kapan terjadinya?
  6. How – bagaimana terjadinya?

Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok dan surat pembaca.

Sumber Berita

Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.

  1. Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
  2. Proses wawancara.
  3. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
  4. Partisipasi dalam peristiwa.

Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik.

Sumber bacaan:

Budiman, Kris. 2005. “Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik — Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam http://www.infojawa.org.

Ishwara, Luwi. 2005. “Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar”. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Putra, R. Masri Sareb. 2006. “Teknik Menulis Berita dan Feature”. Jakarta: Indeks.

Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Jurnalisme

Bukan Sebuah Akhir

Bukan sebuah akhir

Saat mentari enggan tersenyum

Bukan sebuah akhir

Saat bintang enggan bersinar

Karena kadang segalanya harus hilang

Agar suatu saat nanti

Pertemuan yang akan terjadi menjadi lebih bermakna